Kamis, 03 Desember 2015

Kesultanan Bulungan

Kesultanan Bulungan atau Bulongan  adalah kesultanan yang pernah menguasai wilayah pesisir Kabupaten BulunganKabupaten Tana Tidung,Kabupaten MalinauKabupaten NunukanKota Tarakan dan TawauSabah sekarang. Kesultanan ini berdiri pada tahun 1731, dengan raja pertama bernama Wira Amir gelar Amiril Mukminin (17311777), dan Raja Kesultanan Bulungan yang terakhir atau ke-13 adalah Datuk Tiras gelar Sultan Maulana Muhammad Djalalluddin (1931-1958).  Negeri Bulungan (Negeri Merancang) bekas daerah milik "negara Berau" yang telah memisahkan diri  sehingga dalam perjanjian Kesultanan Banjar dengan VOC-Belanda dianggap sebagai bagian dari "negara Berau" (Berau bekas vazal Banjar yang diserahkan kepada VOC-Belanda). Pada kenyataannya sampai tahun 1850, Bulungan berada di bawah dominasiKesultanan Sulu.

Kerajaan Tidung

Kerajaan Tidung atau dikenal pula dengan nama KerajaanTarakan (Kalkan/Kalka) adalah kerajaan yang memerintah Suku Tidung di Kalimantan Utara, yang berkedudukan di Pulau Tarakandan berakhir di Salimbatu. Sebelumnya terdapat dua kerajaan di kawasan ini, selain Kerajaan Tidung, terdapat pula Kesultanan Bulungan yang berkedudukan di Tanjung Palas.

Kesultanan Pontianak

Kesultanan Kadriyah Pontianak adalah sebuah kesultanan Melayu yang didirikan pada tahun 1771 oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, keturunan Rasulullah dari Imam Ali ar-Ridha di daerah muara Sungai Kapuas yang termasuk kawasan yang diserahkan Sultan Banten kepada VOC Belanda. Ia melakukan dua pernikahan politik di Kalimantan, pertama dengan putri dari Kerajaan Mempawah dan kedua dengan putri dariKesultanan Banjar (Ratu Syarif Abdul Rahman, putri dari Sultan Tamjidillah I, sehingga ia dianugerahi gelar Pangeran). Setelah mereka mendapatkan tempat di Pontianak, kemudian mendirikan Istana Kadriyah dan mendapatkan pengesahan sebagai Sultan Pontianak dari Belandapada tahun 1779.

Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura

Kesultanan Kutai atau lebih lengkap disebut Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura (Martapura) merupakan kesultananbercorak Islam yang berdiri pada tahun 1300 oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti di Kutai Lama dan berakhir pada 1960. Kemudian pada tahun 2001kembali eksis di Kalimantan Timur setelah dihidupkan lagi oleh PemerintahKabupaten Kutai Kartanegara sebagai upaya untuk melestarikan budaya dan adat Kutai Kedaton.
Dihidupkannya kembali Kesultanan Kutai ditandai dengan dinobatkannya sang pewaris tahta yakni putera mahkota Aji Pangeran Prabu Anum Surya Adiningrat menjadi Sultan Kutai Kartanegara ing Martadipura dengan gelarSultan Aji Muhammad Salehuddin II pada tanggal 22 September 2001.

Kerajaan Pagatan

Kerajaan Pagatan (1775-1908)adalah kerajaan bawahan yang merupakan daerah otonomi bagi imigran suku Bugis di dalam negara Kesultanan Banjar. Kerajaan otonom ini adalah salah satu kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Tanah Kusanatau daerah aliran Sungai Kusan (sekarang wilayah ini termasuk dalam wilayahKabupaten Tanah BumbuKalimantan Selatan). Wilayah Tanah Kusan bertetangga dengan wilayah Kerajaan Tanah Bumbu (yang terdiri atas negeri-negeri: Batu Licin, Cantung, Buntar Laut, Bangkalaan, Tjingal, Manunggul, Sampanahan).

Kerajaan Kotawaringin

Krajaan Kotawaringin adalah sebuah kerajaan Islam (kepangeranan cabang Kesultanan Banjar) dengan wilayah intinya sekarang yang menjadi Kabupaten Kotawaringin Barat diKalimantan Tengah yang menurut catatan istana al-Nursari (terletak di Kotawaringin Lama) didirikan pada tahun 1615 atau1530, dan Belanda pertama kali melakukan kontrak dengan Kotawaringin pada 1637, tahun ini dianggap pertama kalinya Kotawaringin diperintah seorang Raja sesuai dengan Hikayat Banjar dan Kotawaringin (Hikayat Banjar versi I) yang bagian terakhirnya saja ditulis tahun 1663 dan di antara isinya tentang berdirinya Kerajaan Kotawaringin pada masa Sultan Mustain Billah. Pada mulanya Kotawaringin merupakan keadipatian yang dipimpin oleh Dipati Ngganding. Menurut perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar, negeri Kotawaringin merupakan salah satu negara dependensi (negara bagian) di dalam "negara Banjar Raya".

Kesultanan Paser

Kesultanan Paser (yang sebelumnya bernama Kerajaan Sadurangas) adalah sebuah kerajaan yang berdiri pada tahun 1516 dan dipimpin oleh seorang wanita (Ratu I) yang dinamakan Putri Di Dalam Petung. Wilayah kekuasaan kerajaan Sadurangas meliputi Kabupaten Paser yang ada sekarang, ditambah denganKabupaten Penajam Paser UtaraBalikpapan dan Pamukan. Menurut perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar, negeri Paser merupakan salah satu bekas negara dependensi (negara bagian) di dalam "negara Banjar Raya". Dalam tahun 1853 penduduk Kesultanan Paser 30.000 jiwa.


Istana Sultan Paser di tahun 1910-1925

Kesultanan Bone

Kesultanan Bone atau sering pula dikenal dengan Akkarungeng ri Bone, merupakan kesultanan yang terletak diSulawesi bagian barat daya atau tepatnya di daerah Provinsi Sulawesi Selatan sekarang ini. Menguasai areal sekitar 2600km2.
Terbentuknya kerajaan Bone dimulai dengan kedatangan Tomanurung ri Matajang MatasilompoE yang mempersatukan 7 komunitas yang dipimpin oleh Matoa. Manurung ri Matajang menikah dengan Manurung ri Toro melahirkan La Ummasa Petta Panre Bessie sebagai Arumpone kedua. Saudara perempuannya menikah dengan La Pattikkeng Arung Palakka yang melahirkan La Saliyu Karampelua sebagai Arumpone ketiga.Di masanya, kerajaan Bone semakin luas berkat keberaniannya.

Selasa, 01 Desember 2015

Kesultanan Buton

Kesultanan Buton terletak di Kepulauan Buton (Kepulauan Sulawesi Tenggara) Provinsi Sulawesi tenggara, di bagian tenggara Pulau Sulawesi . Pada zaman dahulu memiliki kerajaan sendiri yang bernama kerajaan Butondan berubah menjadi bentuk kesultanan yang dikenal dengan namaKesultanan Buton. Nama Pulau Buton dikenal sejak zaman pemerintahanMajapahit, Patih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa, menyebut nama PulauButon.

Kesultanan Gowa

Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi bagian selatan. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan peperangan yang dikenal denganPerang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu olehKesultanan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa (dinasti) Suku Bugisdengan rajanya, Arung Palakka. Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya pada abad ke-17.

Kerajaan Tanah Hitu

Kerajaan Tanah Hitu adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di Pulau AmbonMaluku. Kerajaan ini memiliki masa kejayaan antara 1470-1682 dengan raja pertama yang bergelar Upu Latu Sitania (raja tanya) karena Kerajaan ini didirikan oleh Empat Perdana yang ingin mencari tahu faedah baik dan tidak adanya Raja. Kerajaan Tanah Hitu pernah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan memainkan peran yang sangat penting di Maluku, disamping melahirkan intelektual dan para pahlawan pada zamannya. Beberapa di antara mereka misalnya adalah Imam RidjaliTagglukabessy,Kakiali dan lainnya yang tidak tertulis di dalam Sejarah Maluku sekarang, yang beribu Kota Negeri Hitu. Kerajaan ini berdiri sebelum kedatangan imprialisme barat ke wilayah Nusantara.

Sejarah

Hubungan dengan kerajaan lain

Kerajaan ini memiliki hubungan erat dengan barbagai kerajaan Islam di Pulau Jawa seperti Kesultanan TubanKesultanan BantenSunan Giri di Jawa Timur dan Kesultanan Gowa di Makassar seperti dikisahkan oleh Imam Rijali dalam Hikayat Tanah Hitu, begitu pula hubungan antara sesama kerajaan Islam di Maluku (Al Jazirah Al Muluk; semenanjung raja-raja)seperti Kerajaan Huamual (Seram Barat), Kerajaan Iha (Saparua), Kesultanan TernateKesultanan TidoreKesultanan Jailolo dan Kerajaan Makian.

Kesultanan Tidore

Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota TidoreMaluku UtaraIndonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitarabad ke-16 sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai sebagian besarPulau Halmahera selatan, Pulau BuruPulau Seram, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu dengan Portugal. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari pihak Portugal sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah kerajaan paling merdeka di wilayah Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.